Selasa, 25 Maret 2008

Pembangunan Kekuatan TNI Sesuai Kemampuan Anggaran


Sekjen Departemen Pertahanan Letjen TNI Sjafrie Samsoeddin (tengah) didampingi Direktur PT Pindad Adik Avianto melihat salah satu komponen chasis untuk Panser 6x6 di pabrik alutista PT PINDAD, di Bandung, Jawa Barat, Senin (24/3). FOTO ANTARA/Rezza Estily/Koz/ama/08.

Pertemuan ke-VI BUMNIS

Jakarta - DMC, Pembangunan dan modernisasi kekuatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak hanya menuju pada postur ideal yang menjadi bagian dari kebutuhan modernisasi kekuatan TNI, tetapi pembangunan kekuatan TNI dilakukan atas dasar kemampuan anggaran. Demikian Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin, Senin (24/3) saat memimpin pertemuan tiga bulanan antara penentu kebijakan, pengguna dan produsen bidang Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) yang ke enam di PT. Pindad, Bandung.

Menurut Sekjen Dephan, pertemuan ini dimaksudkan untuk melakukan koordinasi yang berkaitan dengan kebijakan maupun teknis dan administrasi, sehingga mamapu mendorong dan memajukan pertumbuhan industri pertahanan dalam negeri. Pada pertemuan yang ke enam tersebut, secara khusus antara lain dibicarakan mengenai optimalisasi produk dikaitkan dengan kebijakan Dephan dan kondisi negara saat ini.

Lebih lanjut Sekjen Dephan mengatakan, pembangunan kekuatan TNI yang dilakukan atas dasar kemampuan anggaran merupakan salah satu dari tiga hal yang menjadi arahan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono saat memimpin rapat terbatas di kantor Dephan pada tanggal 4 Februari 2008.

Sehingga hal itu perlu menjadi perhatian baik oleh penentu kebijakan, produsen dan juga pengguna dalam hal ini TNI untuk memberdayakan kemampuan industri pertahanan dalam negeri. Secara makro pemerintah ingin membangun kebijakan strategis dalam mengembangkan kekuatan modernisasi Alutsista TNI dalam menggunakan produksi dalam negeri yang disesuaikan dengan kepentingan nasional.

Sekjen Dephan mengharapkan, dari pertemuan tiga bulanan ini dapat direalisasikan secara bertahap mengenai kontribusi Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis (BUMNIS) dalam pemenuhan kebutuhan Alutsista TNI. Selain itu diharapkan pula adanya kesinambungan antara Dephan, Bappenas, Depkeu dan departemen lain terkait dalam menetapkan kebijakan khususnya yang mengarah pada terwujudnya kemandirian di bidang industri pertahanan.

Sementara itu, Dirjen Sarana Pertahanan Dephan Marsda TNI Eris Herryanto, S.IP, MA, mengatakan kebijakan Dephan dalam setiap pengadaan Alutsista TNI mengharuskan produksi dari dalam negeri. Namun apabila tidak diproduksi di dalam negeri, maka akan diadakan dari luar dengan ketentuan dilakukan kerjasama transfer teknologi dengan BUMNIS.

Oleh karena itu, dalam hal ini Dephan meminta kesiapan dari pihak BUMNIS untuk mempersiapkan diri sehingga apabila akan ada kerjasama transfer teknologi ada kesiapan dari BUMNIS.

Pada pertemuan ke enam di PT.Pindad tersebut antara lain dihadiri Dirjen Ranahan Dephan beserta pejabat eselon I dan II dilingkungan Dephan, Asrenum dan Asrena Panglima TNI, Asrena dan Aslog masing - masing Angkatan dan pewakilan dari beberapa instansi terkait antara lain Depkeu, Bappenas, Depperind dan Kementerian BUMN. Sementara dari pihak BUMNIS antara lain hadir Dirut PT. Pindad, PT. PAL, PT. DI, PT.LEN Industri dan PT. Dahana.

Usai pertemuan, Sekjen Dephan Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin didampingi Dirut PT. Pindad Adik Avianto Soedarsono dan seluruh peserta pertemuan melakukan peninjauan tempat pembuatan Panser tipe APS 2 6x6 di PT. PINDAD (BDI/HDY)

Sumber : DMC

Pindad dan Dephan Jaminkan Kontrak Pembuatan Panser ke Tiga Bank

BANDUNG--MI: PT Pindad dan Departeman Pertahanan sepakat untuk menggunakan surat kontrak pembuatan sebanyak 150 panser sebagai jaminan pinjaman dana ke tiga bank milik pemerintah.


Hal itu diungkapkan Direktur PT Pindad Adik Avianto di sela-sela pertemuan dengan petinggi Departemen Pertahanan, unsur TNI, dan Badan Usaha Milik Negara Industri Stategi (BUMNIS) di Bandung, Jawa Barat (Jabar), Senin (24/3). "Tiga bank (pemerintah) dimaksud, yaitu BRI, BNI, dan Bank Mandiri," ujar Adik.

Adik mengungkapkan penggunaan surat kontrak sebagai jaminan pinjaman dana ke tiga bank, karena belum turunnya anggaran untuk Departemen Pertahanan dari Departemen Keuangan. "Nilai pinjaman yang diajukan sebesar Rp1 triliun, sesuai dengan biaya pembuatan 150 unit panser," jelasnya

Meski demikian, lanjutnya, PT Pindad baru menyelesaikan 30 unit panser. Sisanya diperkirakan akan selesai pada Juli 2009, bertepatan dengan habisnya kontrak.

"Dari 30 unit panser, 10 di antaranya akan dipamerkan pada parade senjata 5 Oktober mendatang, atau bertepatan dengan HUT TNI," tuturnya.

Selain keuangan, ungkap Adik, kendala yang kini tengah dihadapi PT Pindad, yaitu kurangnya pasokan mesin dari produsen asal Prancis, Renault. "Untuk tahun ini, Renault hanya mampu memasok sekitar 30 mesin. Mesin tersebut akan dikirimkan secara bertahap mulai April, Juli hingga September 2008," papar Adik.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal (Dirjen) Sarana Pertahanan pada Departemen Pertananan Eries Heriyanto mengatakan idealnya anggaran keseluruhan yang dibutuhkan Departemen Pertahanan, seperti untuk biaya perawatan dan pengelolaan persenjataan, Rp100

trilun. "Namun anggaran yang dimiliki Departemen Pertahanan sekarang ini hanya Rp36,3 triliun," ungkapnya.

Lebih lanjut Eries menjelaskan satu unit panser yang dibuat PT Pindad menghabiskan dana Rp5,9 miliar. "Panser tersebut akan digunakan untuk keperluan TNI Angkatan Darat dan Udara," paparnya. (EM/OL-03)

Sumber : MEDIA INDONESIA OL

CN-235, Bangkit dari Keterpurukan PTDI


CN-235-220 MPA (Maritim Patrol Aircraft) di Singapore Air Show 2008

Di tengah-tengah upaya bangkit dari keterpurukan, PT DI bisa mengembangkan produk andalannya, CN 235. Bahkan, dalam beberapa bulan ke depan, PT DI akan menyerahkan satu unit CN 235-220 versi patroli maritim kepada TNI AU. Pesawat patroli maritim yang bakal memperkuat jajaran TNI AU itu dilengkapi berbagai pengindera produksi Thales, Perancis.

Menurut ahli PT DI, CN 235 dapat dikembangkan sedemikian rupa hingga mampu menjadi pesawat intai dengan kemampuan perang elektronik, sekaligus penghancur kapal perang. Berbasis CN 235-220 versi angkut militer, CN 235 versi intai maritim dilengkapi dengan FLIR, ESM, SATCOM, dan pengecoh rudal. Bahkan, jika diperlukan CN 235-MPA dapat dipersenjatai dengan rudal antikapal permukaan dan kapal selam, Harpoon atau Excoset.

Sebagai pengintai, CN 235- MPA berfungsi untuk mengontrol perbatasan dan zona ekonomi eksklusif, mencegah penyelundupan serta antiteroris.

Di sisi lain, pengembangan industri strategis itu juga bakal menyerap lebih banyak tenaga kerja Indonesia dan menahan sebanyak mungkin modal tetap bergulir di Indonesia. Selain itu, kebijakan itu bakal memberi napas baru bagi berbagai industri strategis dalam negeri, termasuk PT DI.

Dana yang diperoleh sebagian dapat disisihkan untuk riset guna mengembangkan produk. Setidaknya, saat ini, unit industri pertahanan PT DI, misalnya, telah mampu memproduksi roket FFAR 2,75 yang mampu ditembakkan dari pesawat tempur Hawk 100/200, helikopter NBO 105 dan Nbell 412.

Unit itu juga memproduksi roket berkaliber 122 milimeter berjarak jangkau 20,4 kilometer. Ditambah dengan torpedo dan peluncur NDL-40 yang dapat ditempatkan di kapal perang, tidak menutup kemungkinan pada pengembangannya di masa depan, dapat dihasilkan senjata yang lebih canggih.

Namun, hal itu memerlukan kebijakan politik dan pembenahan internal, baik di tubuh PT DI sendiri maupun pemerintah. Maraknya calo perdagangan senjata yang menjadi benalu mau tidak mau harus dipotong habis.

Memang tidak mudah, apalagi sebagaimana korupsi, ia berurat berakar. Namun tidak bisa ditawar lagi, kondisi harus dibenahi karena semua warga bangsa tidak ingin Indonesia semakin telanjang tanpa pertahanan.

Bayangkan saja jika pemerintah membangun kebijakan untuk memperkuat skuadron pengintai dengan CN 235-MPA berudal dan mengintegrasikannya dengan kapal patroli cepat berpeluru kendali jarak sedang, niscaya laut dan udara Indonesia terlindungi.

Pada awalnya tidak harus mengejar kecanggihan, tetapi jaringan yang terintegrasi. Nantinya kekuatan itu dapat dirangkai menjadi tameng yang andal.

Sumber : KOMPAS


Cockpit CN-235-220 MPA

Minggu, 23 Maret 2008

Prancis akan Kirim 1.000 Tentara Tambahan ke Afghanistan



London (ANTARA News) - Prancis berencana akan mengirim 1.000 tentara tambahan ke Afghanistan untuk mendukung kehadiran NATO di negara itu, kata berita sebuah media, Sabtu.

Menjelang kunjungan resmi ke Inggris pekan depan, Presiden Prancis Nicolas Sarkozy mungkin akan menegaskan komitmennya pada NATO dalam memerangi kelompok gerilyawan Taliban, kata suratkabar The Times mengutip para menteri senior di Kementerian Pertahanan Inggris (MoD).

MoD mengatakan, Prancis akan mengirim lagi 1.000 tentara ke wilayah timur atau selatan negara itu.

Para diplomat Prancis menegaskan bahwa belum ada keputusan mengenai hal itu.

Times memberitakan Sarkozy berniat akan mengemukakan kepada PM Gordon Brown tentang rencana itu dalam kunjungan resminya ke Inggris, Kamis.

Sebuah pengumuman resmi akan dikeluarkan pada KTT NATO mendatang di Bukares pada awal April.

Prancis kini menempatkan sekitar 1.900 tentara di Afghanistan.

Sarkozy dan istrinya Carla akan menjadi tamu Ratu Elizabeth II Rabu dan Kamis, demikian seperti dikutip DPA.

Pentagon Heavy Airlift Chopper Designs


A cornerstone of military planning is figuring out how to position who and what is needed to win the fight. Logistics can often decide the outcome of a war. That is why military planners looking at future United States combat operations are fretting over their inability to move the Army around without the benefit of well-developed airfields. It is a question of air power, but not the kind measured in laser-guided bombs or rounds fired per minute. This fight is measured in miles traveled and tonnage delivered.

Later this year, both the Army and Air Force will seek Pentagon approval to proceed to the next stages of development for new aircraft meant to carry big loads, then land on poorly built, short runways -- or no runways at all. The Army and Air Force both want to fly demonstrators by 2015.

This would help inoculate the military from the need to convince other nations to host massing U.S. forces. In 2003, for instance, the Turkish Parliament denied permission for the United States to station troops near the country's Iraq border. Coalition leaders were forced to alter their battle plan for northern Iraq. Another lesson from Iraq: supply lines on the ground are vulnerable to attack. "There is a clear need to find ways to support Army maneuver forces without relying on vulnerable ground lines of communications, thousands of trucks and their escorts," says Peter Wilson, a researcher at the nonprofit RAND Corporation who studies the issue.

Army doctrine over the past 10 years has focused on positioning medium-size mechanized brigades (of about 1000 troops) deep in the rear or flanks of an enemy, where weak defenses and surprise favor the attacker. Humanitarian aid and disaster response also require access to undeveloped areas. Currently, though, this requires good airfields at both ends of the supply line.

Looking at the starting point of a mission, neither of the Air Force's heavy haulers, the C-130 Hercules and larger C-17 Globemaster III, operate from the deck of a ship. (The Globemaster needs 7600 ft. to take off and 3000 ft. to land, while the flight deck of even the Nimitz-class USS Ronald Reagan aircraft carrier is only 1100 ft.) That forces pilots to fly from distant air bases, relying on the airplanes' extremely long ranges. Transcontinental flights mean slower deliveries, more wear on the airplanes and high fuel costs.

Then, the planes also need a place to land, and in remote areas a good airstrip is often unavailable. The Army currently ferries troops and equipment to rugged locations using transport helicopters. But a 2007 Defense Science Board report researching the topic condemns helicopters as "the least suited to conduct mounted aerial maneuver objectives"; cursed by slow speeds, low altitudes, small hauling abilities and limited ranges. The heavy-lifting workhorse CH-47 Chinook helicopter can fly more than 325 nautical miles, but it only carries about 10 tons of cargo; the Army wants aircraft that can fly that far and handle far more weight. "The Future Combat Systems family of vehicles originally were to weigh between 16 and 18 tons," says Wilson, who rails against mounted aerial maneuver. "The armored fighting vehicles now weigh 30 tons, the weight of an M2/3 Bradley, because the lighter vehicles did not have sufficient survivability." In other words, Iraq's roadside bombs convinced the brass to plan for heavier forms of medium-size vehicles that could better stand up to explosives.

Such decisions have a ripple effect. Many of the Army's newest and planned vehicles don't fit in a C-130; the tedious work-around is to fly the parts in on two planes and then spend hours assembling the vehicle. The Army may want helicopters that can lift 30 tons, but no Navy ship could carry more than a couple of them. There are no easy answers, but military planners do have a number of proposals. The Pentagon says that decisions will be made by the end of 2008.

Heavy-Airlift Options

1. Massive Tilt-Rotor Aircraft
Powerful aircraft that fly like airplanes and land like helicopters would be a novel way to solve the heavy-lift problem. Such a craft would look like the V-22 Osprey, the trailblazing tilt rotor used by Marines and Special Forces, which carries 7.5 tons of cargo on external hooks dangling beneath the aircraft. Building a tilt rotor with four engines big enough to handle 20 more tons of cargo (plus the additional fuel needed to haul the stuff) would be a daunting technical challenge, though companies such as Boeing are trying their best with plans like the one above. And safely handling the extreme downwash of the prop blades would be difficult, too -- the air could approach hurricane-like speeds.

2. New Fixed-Wing Airplanes
If a standard-takeoff and landing airplane is chosen, a new undercarriage has to be developed to handle small, ratty landing sites. That's a proposition that requires plenty of cash for engineering and research. The Air Force is researching aircraft that can take off and land from short spaces, but these will compete against the Army's rotorcraft efforts.

3. Precision Airdrops
Since it's possible to drop bombs down specific chimneys, it should also be possible to drop supplies with GPS-guided, gliding parachutes. Joint Forces Command is spearheading a program to create an automated parachute system capable of placing 10,000 pounds of gear within yards of waiting troops. A 1-ton version has already been used in Iraq and Afghanistan. On the downside, the method requires a large number of sorties, and GPS jamming by the enemy could lead to the waste or theft of supplies and technologically advanced weapons.

4. Converted Container Ships
Building a new ship capable of fitting eight 30-ton haulers could cost about $5 billion per ship -- half the Navy's ship construction budget for a single year, the Defense Science Board report says. But existing commercial ships cross oceans laden with massive amounts of cargo. Give them a flight deck and the Navy could have a carrier for as cheap as $500 million. The downside would be the lack of protection; Navy ships are built to take battle damage. An armed escort would be needed to keep the ship safe from attack. And at the end of the day, the Army would still need new helicopters to carry heavy loads.

5. Aircraft with Folding Wings and Rotors
The Army can demand that its new aircraft be built to be stored in a cramped ship. This way, more heavy lifters could fit on fewer overall support ships. The tradeoff comes from the additional time it would take to pull the aircraft from storage and ready them for a mission, plus the additional cost of building the ability into the aircraft's design.

6. Blimps with a Mission
New designs in airships could allow for high-altitude airdrops of large quantities of materials. Lockheed Martin and other companies are marketing concepts for heavy haulers lofted by gases that are lighter than air. Combined with precision airdrop (and Allied air superiority) the airship could be a logistical hero. However, a fleet of new airships must be purchased, their operations codified and their fairly sluggish speed taken into account.

Air Force Plans to Switch Fuel for Coal

MALMSTROM AIR FORCE BASE, Mont. - On a wind-swept air base near the Missouri River, the Air Force has launched an ambitious plan to wean itself from foreign oil by turning to a new and unlikely source: coal.

The Air Force wants to build at its Malmstrom base in central Montana the first piece of what it hopes will be a nationwide network of facilities that would convert domestic coal into cleaner-burning synthetic fuel.

Air Force officials said the plants could help neutralize a national security threat by tapping into the country's abundant coal reserves. And by offering itself as a partner in the Malmstrom plant, the Air Force hopes to prod Wall Street investors - nervous over coal's role in climate change - to sink money into similar plants nationwide.

"We're going to be burning fossil fuels for a long time, and there's three times as much coal in the ground as there are oil reserves," said Air Force Assistant Secretary William Anderson. "Guess what? We're going to burn coal."

Tempering that vision, analysts say, is the astronomical cost of coal-to-liquids plants. Their high price tag, up to $5 billion apiece, would be hard to justify if oil prices were to drop. In addition, coal has drawn wide opposition on Capitol Hill, where some leading lawmakers reject claims it can be transformed into a clean fuel. Without emissions controls, experts say coal-to-liquids plants could churn out double the greenhouse gases as oil.

"We don't want new sources of energy that are going to make the greenhouse gas problem even worse," House Oversight Committee Chairman Henry Waxman, D-Calif., said in a recent interview.

The Air Force would not finance, construct or operate the coal plant. Instead, it has offered private developers a 700-acre site on the base and a promise that it would be a ready customer as the government's largest fuel consumer.

Bids on the project are due in May. Construction is expected to take four years once the Air Force selects a developer.

Anderson said the Air Force plans to fuel half its North American fleet with a synthetic-fuel blend by 2016. To do so, it would need 400 million gallons of coal-based fuel annually.

With the Air Force paving the way, Anderson said the private sector would follow - from commercial air fleets to long-haul trucking companies.

"Because of our size, we can move the market along," he said. "Whether it's (coal-based) diesel that goes into Wal-Mart trucks or jet fuel that goes into our fighters, all that will reduce our dependence on foreign oil, which is the endgame."

Coal producers have been unsuccessful in prior efforts to cultivate such a market. Climate change worries prompted Congress last year to turn back an attempt to mandate the use of coal-based synthetic fuels.

The Air Force's involvement comes at a critical time for the industry. Coal's biggest customers, electric utilities, have scrapped at least four dozen proposed coal-fired power plants over rising costs and the uncertainties of climate change.

That would change quickly if coal-to-liquids plants gained political and economic traction under the Air Force's plan.

"This is a change agent for the entire industry," said John Baardson, CEO of Baard Energy in Vancouver, Wash., which is awaiting permits on a proposed $5 billion coal-based synthetic fuels plant in Ohio. "There would be a number of plants that would be needed just to support (the Air Force's) needs alone."

Only about 15 percent of the 25,000 barrels of synthetic fuel that would be produced daily at the Malmstrom plant would be suitable for jet fuel. The remainder would be lower-grade diesel for vehicles, trains or trucks and naphtha, a material used in the chemical industry.

That means the Air Force would need at least seven plants of the same size to meet its 2016 goal, said Col. Bobbie "Griff" Griffin, senior assistant to Anderson.

Coal producers have their sights set even higher.

A 2006 report from the National Coal Council said a fully mature coal-to-liquids industry serving the commercial sector could produce 2.6 million barrels of fuel a day by 2025. Such an industry would more than double the nation's coal production, according to the industry-backed Coal-to-Liquids Coalition.

On Wall Street, however, skepticism lingers.

"Is it a viable technology? Certainly it is. The challenge seems to be getting the first couple (of plants) done," said industry analyst Gordon Howald with Calyon Securities. "For a company to commit to this and then five years later oil is back at $60 - this becomes the worst idea that ever happened."

Only two coal-to-liquids plants are now operating worldwide, all in South Africa. A third is scheduled to come online in China this year, said Corey Henry with the Coal-to-Liquids Coalition.

The Air Force is adamant it can advance the technology used in those plants to turn dirty coal into a "green fuel," by capturing the carbon dioxide and other, more toxic emissions produced during manufacturing.

However, that would not address emissions from burning the fuel, said Robert Williams, a senior research scientist at Princeton University. To do more than simply break even, the industry must reduce the amount of coal used in the synthetic-fuel blend and supplement it with a fuel derived from plants, Williams said.

Air force officials said they were investigating that possibility.

In a recent letter to Defense Secretary Robert Gates, Rep. Waxman wrote that a promise to control greenhouse gas emissions from synthetic fuels was not enough. Waxman and the committee's ranking Republican, Virginia's Tom Davis, cited a provision in the energy bill approved by Congress last year that bars federal agencies from entering contracts for synthetic fuels unless they emit the same or fewer greenhouse gases as petroleum.

Anderson said the Air Force will meet the law's requirements.

"They'd like to have (coal-to-liquids) because of security concerns - a reliable source of power. They're not thinking beyond that one issue," Waxman said. "(Climate change) is also a national security concern."www.military.com/NewsContent/0,13319,164531,00.html

Sabtu, 22 Maret 2008

Rusia Lanjutkan Penjualan Sukhoi ke Indonesia



Jakarta, Kominfo Newsroom -– Pemerintah Rusia tetap melanjutkan perjanjian kerjasama bidang militer dengan Indonesia melalui nota kesepahaman yang telah ditandatangani oleh kedua negara, terutama rencana Indonesia untuk membeli enam unit pesawat tempur jenis Sukhoi melalui kredit ekspor pemerintah Rusia.

''Kredit negara tetap dilaksanakan seperti sebelumnya. Akhir bulan ini, sejumlah delegasi Rusia akan ke Jakarta untuk membahas kontrak tentang pembelian sejumlah alusista Rusia,'' kata Alexander A. Ivanov Dubes Federasi Rusia untuk Indonesia kepada wartawan usai bertemu Menhan Juwono Sudarsono di Dephan, Jakarta, Rabu (19/3).

Ivanov mengakui bila dikatakan kelanjutan kerjasama kedua negara tentang pembelian alutsista dari Rusia melalui fasilitas kredit ekspor mengalami keterlambatan hal ini disebabkan masalah interen yang dihadapi pemerintah Rusia. Namun demikian pihaknya tidak akan mengubah perjanjian yang telah ditandatangani dan disepakati oleh kedua Kepala Negara tersebut.

''Kita harus mengerti itu suatu proses karena berkaitan dengan berbagai macam aspek dari segi teknis peralatan tertentu.'' kata Ivanov

Ivanov menambahkan sikap dan kebijakan pemerintah Rusia terhadap Indonesia akan terus sama, sebab hingga saat ini Rusia memandang Indonesia sebagai mitra dekat

Dia menjelaskan state kredit yang diberikan nanti, tidak perlu dilakukan pertemuan kembali antar Kepala Negara tapi cukup dengan perwakilan –perwakilan pejabat yang terkait saja yang paham secara teknis. Sebab secara teknis peralatan dan perlengkapan yang didatangkan dari Rusia adalah teknologi tercanggih sehingga harus dibahas secara detail.

''Misalnya pilot Indonesia belajar untuk naik MI-17 dan bagaimana perawatan pesawat terbang itu,'' kata Ivanov.

Sebelumnya Departemen Pertahanan (Dephan) telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan pemerintah Rusia terkait rencana pembelian enam unit pesawat tempur jenis Sukhoi senilai US$355 juta.

Sementara Rusia sepakat akan memberi kredit ekspor kepada Indonesia untuk pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) dengan nilai total kredit ekspor yang sudah disetujui, yaitu US$1 milliar.(T.Yr/ toeb/b)http://www.endonesia.com/mod.php?mod...=43&artid=1144

TNI Tetap Beli Pesawat Tempur L-159 Czech




L-159

General characteristics
* Length: 12.72 m (41 ft 8 in)
* Wingspan: 9.54 m (31 ft 3 in)
* Height: 4.87 m (16 ft)
* Empty weight: 4,350 kg (9,590 lb)
* Max takeoff weight: 8,000 kg (17,637 lb)
* Powerplant: 1× Honeywell/ITEC F124-GA-100 , 28 kN (6,280 lbf)
* Auxiliary power unit: SAFIR 5F

Performance
* Maximum speed: 935 km/h (505 knots, 577 mph)
* Range: 1,570 km (848 nm, 970 m)
* Service ceiling 13,200 m (43,300 ft)
* Rate of climb: 48 m/s (9,450 ft/min)
* Extended Range : 2,530 km (1560 mi) with additional fuel tanks
* Take-off roll: 440 m (1,445 ft)
* Landing roll: 725 m (2,380 ft)

Avionics
* Grifo-F Radar


Selasa, 18-Maret-2008, 17:14:23 Klik: 30 Kirim-kirim Print version
Jakarta, Kominfo Newsroom - Panglima TNI, Jenderal Djoko Santoso berkeinginan untuk melanjutkan kerjasama bidang pertahanan dengan Republik Czech termasuk rencana pembelian L-159 dari negara itu, meski dia tetap akan berkoordinasi dengan Departemen Pertahanan.

Hal itu terungkap ketika Djoko menerima kunjungan kehormatan Dubes Republik Czech untuk Indonesia, H.E. MR. DR. Pavel Rezac, di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Selasa, (18/3).

Kepala Dinas Penerangan Umum Puspen TNI, Kol. Caj Dr. A. Yani Basuki mengatakan, kunjungan tersebut dalam rangka silaturahmi dan mempererat hubungan serta kerja sama antar kedua negara, khususnya yang terkait dengan bidang kemiliteran.

Pada kesempatan tersebut Panglima TNI menjelaskan kepada Dubes Republik Czech tentang pelaksanaan reformasi internal TNI yang bermuara pada profesionalisme TNI yang diharapkan bangsa Indonesia.

Sementara itu Dubes Czech selain menyampaikan ucapan selamat atas pengangkatan Jederal TNI Djoko Santoso sebagai Panglima TNI, Dia juga berharap perjanjian kerjasama pertahanan RI-Republik Czech dapat segera diratifikasi oleh DPR RI, sehingga kerjasama teknis dapat segera diwujudkannya terutama rencana pengadaan pesawat tempur ringan L-159 oleh TNI AU.

Selain itu, Pavel Rezac juga menyampaikan bahwa pemerintahnya memberikan apresiasi terhadap pelaksanaan demokratisasi di Indonesia, termasuk pelaksanan reformasi internal TNI. (T.Yr/id/c)
http://www.endonesia.com/mod.php?mod...=43&artid=1129

Jumat, 21 Maret 2008

Menhan RI Terima Kunjungan Dubes Rusia Untuk Indonesia



Jakarta
, DMC - Menteri Pertahanan Republik Indonesia Juwono Sudarsono, Rabu (19/3) menerima kunjungan kehormatan Duta Besar Federal Rusia untuk Indonesia, Alexander A. Ivanov di kantor Departemen Pertahanan RI, Jakarta. Maksud kunjungannya adalah dalam rangka membicarakan kerja sama bidang teknik militer kedua negara yaitu antara lain mengenai perwujudan kesepakatan yang ditandatangani pada tahun yang lalu tentang state credit. Saat menerima kunjungan Dubes Federal Rusia, Menhan didampingi Sekjen Dephan Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin, Dirjen Strahan Dephan Mayjen TNI Syarifuddin Tippe S.IP, M.Si dan Karo Humas Setjen Dephan Brigjen TNI Edy Butar Butar S.IP. Sementara itu, Dubes Federal Rusia didampingi Atase Pertahanan Rusia Capt. Vladimir Balashov dan Nikolai Kirevv dari Rosoboron Export. (BDI/HDY)

Marsekal TNI (Purn) Ashadi Tjahyadi Meninggal Dunia


Marsekal TNI (Purn) Ashadi Tjahyadi mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara era 1977-1982 meninggal dunia Selasa (18/3) sekitar pukul 17.00 WIB karena sakit di RS. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Ashadi lahir di Gombong, 5 Mei 1928 merupakan Kasau ke tujuh. Mantan penerbang tempur P-51 Mustang ini pernah menjabat beberapa jabatan strategis seperti Komandan Pangkalan Udara Husein Sastranegara merangkap Pangkorud VI Jawa Barat (1964-1965), Direktur Jendral Perhubungan Udara (1966), Kepala Pusat Kepolisian MBAU (1968), Panglima Kowilu I Medan (1969), Panglima Kodau V Jakarta (1970), Deputy Kepala Staf TNI AU (1973), Kepala Staf TNI AU (1977-1982), Komisaris Utama IPTN (1980), dan Duta Besar Berkuasa Penuh Republik Jerman Barat (1983). Almarhum pensiun sebagai anggota militer TNI AU tahun 1983.

Ashadi Tjahyadi adalah lulusan Sekolah Penerbang tahun 1953 dengan penempatan awal di Lanud Maguwo Yogjakarta. Almarhum menerima 37 tanda kehormatan baik dari dalam maupun luar negeri, diantaranya Bintang Maha Putra Adipradana, Bintang Darma, Bintang Gerilya, Bintang Yudha Dharma Pratama, Bintang Swa Bhuwana Paksa Utama, Bintang Sewindu APRI, Bintang Kartika Eka Paksi Utama, Bintang Jalasena Utama, Darjah Yang Mulya Setya Mahkota Malaysia, Officer Met De Zwarden (Belanda), The Most Noble of The Crown of Thailand, serta Order of National Sec. Merit Tong-IL Medal. Almarhum meninggalkan seorang istri, Dumilah, dan tiga orang anak (dua orang putra dan satu putri).

KONGA XXIII B ADAKAN LOMBA BAKIAK, TENTARA PBB BERGEMBIRA


PUSPEN TNI (10/3) - Siapa warga Indonesia yang tidak mengenal bakiak? Hampir seluruh rakyat Indonesia mengetahui benda ini. Tapi pernahkah kita terpikir untuk mempatenkannya? Setelah peristiwa hari Sabtu (8/3) di Markas Yon Mekanis TNI Kontingen Garuda (Konga) XXIII-B UN Posn 7-1 Adshit Al Qusayr, Lebanon Selatan, mungkin warga Indonesia perlu segera mengurus hak ciptanya (hak paten) ke instansi terkait agar tidak kecolongan lagi.


Penampilan perdana sandal kayu khas Jawa di wilayah misi PBB Lebanon Selatan (UNIFIL) ini merupakan salah satu dari beberapa kreativitas yang ditampilkan oleh para prajurit Garuda dalam acara Fun Sport and Games 2008. Bakiak tiba-tiba menjadi idola tentara PBB dari 11 negara yang hadir yaitu Portugal, Korea, Belgia, Prancis, Polandia, Ghana, Cina, Nepal, Spanyol, India dan Malaysia serta tambahan 1 negara di luar UNIFIL yaitu Lebanon (LAF,Lebanon Armed Forces) saat Bakiak itu diperlombakan seperti halnya kegiatan serupa dalam rangka menyambut 17 Agustusan di tanah air. Mereka heran sekaligus salut dengan kreasi ini karena walaupun dari segi bentuk dan bahan materialnya sangat sederhana namun mampu menciptakan kekompakan dan kegembiraan serta nuansa berkompetisi yang sehat, baik bagi esprit de corps setiap tim maupun antar tim yang berlomba. Perlombaan balap bakiak ini sendiri berlangsung amat meriah karena masing-masing tim (yang terdiri dari 3 orang) tidak mau menyerah begitu saja walaupun baru pertama kalinya memakai sandal unik itu. Sedangkan kreativitas permainan lain yang dilombakan ialah memasukkan pulpen ke dalam botol dan menusuk gambar ikan dengan mata tertutup.


Komentar bernada pujian meluncur dari beberapa peserta menanggapi lomba balapan bakiak ini, seperti yang disampaikan Komandan Kontingen Spanyol Letkol Sanchez Tapia, “Vaya! El contingente Indonesio mo podrio leber heduo un programma eau interesante como aste!” (Mengejutkan! Tak disangka Kontingen Indonesia dapat mengadakan acara yang begitu menarik seperti ini!). Lain lagi komentar perwakilan dari Belgia Letnan Eerdelers, “Les competition c’est tres bon et magnifique!” (Pertandingan/permainan yang dilaksanakan sungguh luar biasa!).


Acara yang merupakan ide orisinil Komandan Satgas Konga XXIII-B Letkol Inf A M Putranto, S.Sos muncul dari himbauan dari Panglima (Force Commander) UNIFIL Mayjen Claudio Graziano agar masing-masing negara kontingen PBB lebih saling mengenal satu sama lainnya secara lebih dekat melalui acara-acara informal sehingga memudahkan kerjasama dan saling pengertian serta satu persepsi dalam pelaksanaan tugas-tugas yang diemban sesuai yang digariskan dalam resolusi DK PBB Nomor 1701 dan Role Of Engangement (Aturan Pelibatan) yang berlaku bagi Kontingen PBB di bawah bendera UNIFIL. Lebih jauh, Dansatgas mengharapkan melalui kegiatan ini dapat mempererat persahabatan dan silahturahmi secara personal kepada seluruh kontingen yang bertugas di Lebanon Selatan. Kreativitas orisinil lainnya yang juga baru pertama kalinya diadakan selama UNIFIL terbentuk ialah diadakannya semacam bazaar atau mini market dimana setiap negara yang hadir menyiapkan dan mengisi stand-nya dengan berbagai macam souvenir atau kerajinan tangan khas yang berasal dari negaranya masing-masing. Stand ini sendiri merupakan perwujudan dari toko yang dimiliki setiap kontingen di dalam Base Camp-nya atau dalam istilah yang berlaku dalam misi PBB lazim disebut sebagai PX (singkatan dari Post Exchange). Tujuannya selain bermakna secara ekonomis, juga agar tiap-tiap negara kontingen PBB di Lebanon Selatan yang hadir dapat mengenal lebih jauh tentang kebudayaannya masing-masing.


Seperti yang telah diceritakan, acara dimulai dengan permainan khas dari Indonesia dilanjutkan dengan pemberian kata Sambutan dari Dansatgas XXIII-B yang ditutup dengan acara mengheningkan cipta bagi Prajurit PBB yang meninggal karena musibah kecelakaan Helikopter di Nepal beberapa hari yang lalu. Selanjutnya dilakukan pemanasan atau peregangan otot-otot sebelum melaksanakan lari keliling “Soekarno Base” sebanyak 1 putaran. Setelah melaksanakan lari, seluruh peserta yang hadir diajak untuk menari Poco-poco atau dalam idiom prajurit TNI dikenal dengan sebutan Joget Komando. Tari Joget Komando ini mendapat sambutan hangat dan antusias karena selain gerakannya tidak rumit tapi terasa energik dan kompak. Seusai berjoget, acara dilanjutkan dengan pertandingan olahraga sesuai kecabangan yang disiapkan yaitu volley, basket, futsal dan tenis meja dimana para pesertanya dikombinasikan sedemikian rupa sehingga komposisi setiap tim merupakan campuran dari berbagai negara yang hadir. Hal ini semata-mata karena yang dikedepankan ialah unsur “fun” atau kegembiraan agar acara ini dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Pada kesempatan yang sama, diperkenalkan juga olahraga tradisional yang cukup populer di Indonesia yaitu Sepak takraw. Olahraga ini pun kembali menarik perhatian para peserta yang hadir, bahkan Komandan Kontingen Korea Kolonel Khang Cang sampai turun ke lapangan karena ingin menjajal kemampuannya dalam memainkan bola rotan itu.


Selesai rangkaian acara permainan dan olahraga, dilanjutkan dengan acara jamuan makan siang bersama dengan menu ala Indonesia. Sop Konro, Ikan Kakap, daging gepuk, opor ayam, perkedel, mie goreng dan nasi goreng ternyata cukup diminati. Sambutan para peserta yang menikmati hidangan amat positip. Mereka memuji cita rasa masakan Indonesia yang dikatakan “sangat mengundang selera”. Ini terlihat dari animo sebagian besar yang hadir untuk menambah porsi makanannya sampai 2 atau 3 kali.


Acara santap siang bersama terasa lebih nikmat manakala hiburan kolaborasi musik Sunda dan Timur Tengah dimainkan oleh pemusik lokal, staf KBRI Lebanon dan anggota Satgas Konga XXIII-B mengalun indah di sepanjang acara. Lagi-lagi kolaborasi musik ini mengundang decak kagum seluruh peserta yang hadir. Tidak menyia-nyiakan kesempatan emas, Dubes Indonesia untuk Libanon R. Bagas Hapsoro yang hadir pada acara ini pun turut menyumbangkan kepiawaiannya memainkan keyboard. Applaus meriah tak henti-hentinya diberikan pada para pemusik ini setiap selesai memainkan satu partitur. Yang lebih spesial, seusai acara santap siang masing-masing Kontingen didaulat untuk menyumbangkan lagu khas dari negaranya. Maka siang itu, jadilah ”pentas musik dunia” dadakan tergelar pertama kalinya dalam sejarah UNIFIL di markas Kontingen Indonesia.


Rangkaian acara ditutup dengan penyerahan cindera mata kepada seluruh Komandan Kontingen dan perwakilan yang hadir oleh Dansatgas Konga XXIII-B.

Pangeran Andrew Tawarkan Helikopter Lynx



Jakarta (ANTARA News) - Pangeran Andrew Albert Christian Eduard yang merupakan putra Ratu Elizabeth dari Inggeris menawarkan helikopter Lynx, untuk mendukung kesiapan alat transportasi TNI.

"Helikopter itu memang bagus. Namun memerlukan platform yang lebih besar dari kapal korvet Belanda dan pernah digunakan beliau saat berdinas di Angkatan Laut," kata Menteri Pertahanan (Menhan) Juwono Sudarsono, seusai menerima Pangeran Andrew di Jakarta, Kamis.

Menanggapi tawaran itu, Juwono mengatakan karena terlalu mahal, maka pihaknya tidak akan memenuhi tawaran itu dan akan lebih memilih helikopter Bell.

Pada pertemuan sekitar 30 menit itu, dibicarakan pula rencana pemerintah Indonesia untuk mengalihkan pembiayaan pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) dari mekanisme Kredit Ekspor (KE) ke rupiah murni dengan menggunakan dana bank pemerintah.

Selain menawarkan helikopter, tambah Menhan, dalam pertemuan itu kedua perwakilan negara itu sepakat untuk meningkatkan kerja sama pertukaran perwira menengah yang selama ini telah berjalan.

Kerjasama pertahanan kedua negara masih terbatas pada pertukaran siswa perwira menengah untuk Strata 2 strategi pertahanan dan manajemen pertahanan.

"Ini merupakan bentuk diversifikasi. Kita juga mengirimkan perwira kita ke Amerika Serikat, Jepang dan China selain ke Inggris," ungkap Juwono.

Kunjungan Pangeran Andrew ke Indonesia 3 hingga 6 Maret mendatang sebagai perwakilan perdagangan dan investasi Inggris.

Selama kunjungan ke Indonesia, Pangeran Andrew menyampaikan pujiannya terhadap besarnya negara Indonesia. (*)

Sumber : ANTARA

Rabu, 19 Maret 2008

Australia Akan Beli Jet Tempur Super Hornet


Sydney (ANTARA News) - Australia akan meneruskan rencana senilai enam miliar dolar (5,6 miliar dolar AS) untuk mendapatkan 24 jet tempur Boeing F/A-18 Super Hornet dari angkatan laut AS, Menteri Pertahanan Joel Fitzgibbon mengatakan Senin.

Pemerintah Buruh yang baru dipilih pimpinan Perdana Menteri Kevin Rudd sempat mempertimbangkan pembatalan pembelian itu, yang telah disetujui oleh pemerintah sebelumnya dari pemimpin konservatif John Howard.

Namun Fitzgibbon mengatakan, setelah peninjauan kembali atas kemampuan tempur udara Australia, pemerintah menyimpulkan jet tempur Super Hornet adalah pesawat yang mampu dan jet tempur satu-satunya yang akan siap pada 2010 ketika mereka harus mengganti jet tempur F-111 sekarang ini.

Fitzgibbon mengatakan bahwa sementara pemerintah mau menghormati kontrak itu, penggantian jet tempur F-111 sekarang ini "dilakukan dengan tergesa-gesa tapi kini tak dapat diubah lagi".

"Biaya untuk mengembalikan F-111 akan sangat besar dan awak serta keterampilan telah berjalan terus," katanya.

Fitzgibbon mengatakan, Super Hornet mampu memenuhi kebutuhan Australia.

"Kami merangkul Super Hornet karena itu pesawat sangat khusus yang lebih dari siap kerja," katanya.

"Itu adalah satu-satunya pesawat yang bisa memenuhi loket pengiriman kecil akibat proses perencanaan buruk bekas pemerintah dan tanggapan yang didorong secara politik," ia menyatakan.

Armada F/A-18 Hornet pasukan udara kerajaan Australia sekarang ini akan tetap bertugas hingga 2015 ketika pesawat itu akan digantikan secara berangsur-angsur oleh Pesawat Tempur Serangan Gabungan Kilat Lockheed F-35 (JSF).

Pemerintah Howard tahun lalu memesan ke 24 Super Hornet tambahan itu dari AS untuk menjamin tidak ada celah kemampuan udara antara F-111 yang akan mundur dan kedatangan JSF.

"Pembatalan Super Hornet akan menimbulkan ancaman keuangan yang signifikan dan menciptakan ketegangan yang tak dapat dimengerti antara mitra kontrak," kata Fitzgibbon. (*)

COPYRIGHT © 2008

Sabtu, 15 Maret 2008

PT DI Bidik Dua Persen Pasar Global Aerostructure


Bandung-RoL-- PT Dirgantara Indonesia (PTDI) menargetkan raih dua persen pasar global aerostructure di dunia internasional untuk komponen assembly pesawat terbang.

"Kepercayaan industri pesawat terbang dunia cukup besar ke PTDI, itu peluang besar sehingga optimis dalam satu dua tahun ke depan bisa meraih dua persen pasar global aerostructure," kata Dirut PT DI, Budi Santoso di sela-sela penyerahan penghargaan "Best Performance Supplier 2007" dari Spirit AeroSystem (Europe) LTd. di Bandung, Kamis.

Budi Santoso mengatakan, pasar global aerostructure di dunia internasional, khususnya untuk komponen assembly pesawat terbang sangat besar yakni sekitar 5 Miliar dollar AS per tahun.

Namun hingga saat ini, daya serap dan daya olah aerostructure PTDI masih dibawah satu persen. Angka itu masih termasuk kecil diandara perusahaan- perusahaan besar lainnya.
"Angka yang diraih PTDI memang masih kecil, namun dari angka satu persen dalam industri pesawat terbang dari pasar 5 miliar dollar AS, itu bukan jumlah yang kecil," kata Mantan Dirut Pindad itu.

Peluang untuk meraih pasar global aerostructure khusus untuk komponen assembly pesawat terbang itu, kata Budi cukup terbuka lebar.

Selain telah menjalin kerjasama dan memenuhi pesanan industri pesawat terbang besar di dunia seperti Airbus dan Boeing, dari segi modal kerja sudah lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.

Sementara itu Direktur Aerostructure PTDI, Budiman Saleh mengatakan, upaya meraih pasar global aerostructur itu tidak lepas dari keterbatasan dan kendala teknis yang disebabkan umum infrastruktur yang telah tua serta pesaing regional lainnya yang telah lebih dulu melakukan investasi infrastruktur.

"PTDI tidak tinggal diam, perbaikan dan revitalisasi infrastruktur dilakukan secara bertahap sesuai prioritas," katanya.

Ia menyebutkan, hasilnya sudah bisa dilihat dengan adanya peningkatan volume order yang signifikan untuk komponen Airbus, Boeing, Bombardier, EADS CASA dan Eurocopter.
Selain itu juga adanya rencana kerjasama untuk program baru lainnya dengan Airbus, Hawker dan Eurocopter.

"PTDI yakin bisa mengukuhkan diri menjadi global supplier untuk komponen assembly dengan meningkatkan share pangsa pasarnya di tingkat internasional," kata Budiman. ant/

3 Prajurit AS Tewas di Irak


Baghdad (ANTARA News) - Tiga prajurit Amerika tewas dan dua lain cedera dalam serangan roket terhadap pangkalan mereka di Irak selatan, Rabu, kata seorang jurubicara militer AS kepada AFP.

"Ada insiden penembakan tidak langsung yang menewaskan tiga prajurit pasukan koalisi dan mencederai dua lain," kata Letnan Michael Street.

Seorang warga sipil Irak cedera dalam serangan itu, yang menurut seorang jurubicara lain terjadi pada Rabu pagi di sebuah pangkalan militer di kota Nasiriyah.

Militer AS biasanya menggunakan istilah "tembakan tidak lansung" untuk menunjuk pada serangan roket.

Dengan kematian-kematian terakhir itu, jumlah korban tewas di pihak militer Amerika di Irak sejak invasi Maret 2003 menjadi 3.987, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas angka-angka dari situs berita independen icasualties.org.

Militer AS kehilangan 11 personel dalam tiga hari terakhir ini.

Senin, delapan orang tewas dalam serangan dan itu merupakan hari paling mematikan bagi militer AS sejak Agustus.

Lima orang dari mereka tewas dalam serangan bom bunuh diri di Baghdad ketika mereka sedang berpatroli dengan berjalan kaki di daerah Mansur,

Tiga orang lagi tewas bersama penterjemah mereka dalam serangan bom di provinsi Diyala, sebelah timurlaut ibukota Irak tersebut.

Serangan besar terakhir terhadap pasukan AS terjadi pada 9 Januari ketika enam prajurit Amerika tewas pada saat mereka memasuki sebuah rumah yang dipasangi ranjau di Diyala.

Pada 22 Agustus 2007, 14 prajurit Amerika tewas di Irak utara setelah Blackhawk mereka jatuh selama penerbangan menjelang fajar, demikian AFP.(*)

Panglima TNI: Latgab di Kutim akan Disaksikan Presiden SBY


ANGATTA, TRIBUN- Rencana Latihan Gabungan (Latgab) TNI di Kabupaten Kutai Timur (Kutim), pada bulan Juni 2008 nanti akan jadi pameran kekuatan militer berskala raksasa. Pasalnya, tidak kurang dari 30.000 personel tentara dan 70 kapal perang dipastikan akan terlibat pada Latgab tersebut.

Keterangan ini diungkapkan Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso saat memberikan keterangan kepada sejumlah wartawan, usai jamuan makan siang di Kantor Bupati Pemkab Kutim, Rabu (12/3).

"Total personel yang akan terlibat pada Latgab nanti sebanyak 30 ribu lebih tentara, dengan jumlah armada lebih dari 70 kapal perang," ujar Djoko.

Pelaksanaan Latgab yang puncaknya akan digelar pada bulan Juni 2008 mendatang, menurut Panglima TNI, rencananya dihadiri Presiden RI Susilo Bambang Yudhono (SBY). Presiden dijadwalkan akan hadir bersamaan dengan pendaratan pasukan amphibi dan penerjunan lintas udara..

"Mengenai kedatangan Presiden akan dilaksanakan pada saat pendaratan pasukan amphibi di Sangatta, dan penerjunan lintas udara pada bulan Juli nanti," katanya.

Saat ini, menurut Djoko, persiapan Latgab dalam tahap peninjaun medan dan penyempurnaan rencana latihan. Rencananya pada bulan April digelar gladi posko, yakni latihan tanpa pasukan di titik-titik yang akan dijadikan lokasi Latgab.

"Saat ini masih peninjaun medan, sembari menyempurnakan rencana latihan. Rencannya pada bulan April nanti akan digelar gladi posko. Puncaknya bulan Juni baru latihan akan dimulai," ujar Panglima TNI, yang baru saja melakukan peninjaun langsung ke Pantai Sekerat,Bengalon, salah satu tempat Latgab.

Ditanya mengenai pertimbangan memilih Kutim sebagai lokasi Latgab 2008, Djoko dengan diplomatis menjawab bahwa seluruh wilayah Indonesia adalah medan latihan bagi TNI.

Dijelaskan, sebelumnya latihan serupa sudah pernah dilakukan berkali-kali di Los Palos (Timtim), Ambon, Aceh, Natuna, dan Batam.

"Seluruh wilayah Indonesia pada dasarnya adalah medan latihan bagi TNI. Latihan seperti ini sudah berkali-kali kita lakukan. Kali ini saja Latgab dilakukan di empat tempat sekaligus yakni di Singkawang (Kalbar), Natuna, Batam dan pusatnya di Sangatta," ungkapnya.

Kunjungan Panglima TNI ke Kutim didampingi sebanyak 22 Perwira Tinggi (Pati) dan Perwira Menengah (Pamen) dari tiga elemen TNI; Angkatan Darat (AD), Angkatan Udara (AU) dan Angkatan Laut (AL). Diantaranya terlihat, KSAL Laksamana TNI Sumardjono, dan Pangkostrad Letjend George Toisutta.

Kedatangan rombongan Panglima TNI ke Kutim menggunakan dua helikopter TNI jenis Puma dan Superpuma, serta satu kapal perang KRI Dr Suharso (don

Sabtu, 08 Maret 2008

Negotiations advance on Typhoon production in Saudi Arabia


The Saudi Arabian Alsalam Aircraft Company, a joint venture between Boeing, Saudi Arabian Airways and Saudi Advanced Industries Company, has revealed that it is currently involved in high-level discussions relating to Typhoon and Tornado combat aircraft and Apache attack helicopter programmes in the country.

Speaking at the company's Riyadh facility, Alsalam's president and chief executive officer, Mohammed Fallatah, said that no firm contract had yet been signed regarding in-country Eurofighter Typhoon assembly. However, he confirmed that talks with BAE Systems were proceeding well and that he expected a firm agreement "in the next month or two".

On 17 September 2007 the Royal Saudi Air Force (RSAF) announced its intention to purchase 72 Typhoon aircraft as part of a deal worth GBP4.43 billion (USD8.9 billion).

Under the agreement, Alsalam will be contracted by BAE Systems to assemble 48 aircraft at a yet to be built facility in Taif in southwest Saudi Arabia. These aircraft are expected to be delivered in 2011 and it is this timetable that makes the signing of a firm assembly contract a matter of urgency.

Fallatah said that, as it takes two years to get all the systems for such a programme in place, "time is running out to reach an agreement". He added that all parties are aware of the situation and are working closely to resolve it.

Image: Alsalam recently started work on Tornado Sustainment Programme 2 for the RSAF's fleet of 84 strike aircraft

Negotiations advance on Typhoon production in Saudi Arabia

The Saudi Arabian Alsalam Aircraft Company, a joint venture between Boeing, Saudi Arabian Airways and Saudi Advanced Industries Company, has revealed that it is currently involved in high-level discussions relating to Typhoon and Tornado combat aircraft and Apache attack helicopter programmes in the country.

Speaking at the company's Riyadh facility, Alsalam's president and chief executive officer, Mohammed Fallatah, said that no firm contract had yet been signed regarding in-country Eurofighter Typhoon assembly. However, he confirmed that talks with BAE Systems were proceeding well and that he expected a firm agreement "in the next month or two".

On 17 September 2007 the Royal Saudi Air Force (RSAF) announced its intention to purchase 72 Typhoon aircraft as part of a deal worth GBP4.43 billion (USD8.9 billion).

Under the agreement, Alsalam will be contracted by BAE Systems to assemble 48 aircraft at a yet to be built facility in Taif in southwest Saudi Arabia. These aircraft are expected to be delivered in 2011 and it is this timetable that makes the signing of a firm assembly contract a matter of urgency.

Fallatah said that, as it takes two years to get all the systems for such a programme in place, "time is running out to reach an agreement". He added that all parties are aware of the situation and are working closely to resolve it.

Image: Alsalam recently started work on Tornado Sustainment Programme 2 for the RSAF's fleet of 84 strike aircraft

2.000 Prajurit AS di Irak Ditarik



Baghdad (ANTARA News) - Sekitar dua ribu tentara Amerika Serikat (AS) ditarik dari Baghdad sebagai bagian dari penurunan terencana, ungkap militer AS, Kamis.

Pasukan yang ditarik antara lain 2nd Brigade Combat Team dan 82nd Airborne Division. Mereka adalah bagian dari 30 ribu tentara tambahan yang tahun lalu dikirim ke Irak untuk menghentikan kekerasan sektarian antara Sunni dan Syiah.

"Saya dapat sampaikan bahwa (mereka) sedang meninggalkan dan tidak ada pengganti brigade tempur yang akan ke sini," kata jurubicara militer AS, Letkol. Steve Stover kepada Reuters.

Sejak 30 ribu tentara tambahan sepenuhnya bertugas si Irak pada pertengahan tahun 2007, kekerasan berkurang 60 persen.

Hal itu membuat panglima militer AS di Irak, Jenderal David Petraeus, mengumumkan bahwa lima dari 20 brigade akan dipulangkan paling lambat Juli 2008.

Ada lebih dari 150 ribu tentara AS di Irak, sekitar 34.500 di antaranya berada di ibu kota Irak. Jumlah keseluruhan tentara yang akan dipulangkan adalah 20 ribu personel.

Pada November tahun lalu, brigade pertama yang dipulangkan berjumlah sekitar tiga ribu tentara dan mereka tidak diganti pasukan lain.

Stover mengatakan dua ribu tentara 2nd Brigade Combat Team itu berpangkalan di timurlaut Baghdad dan mereka memang sedang dalam proses pemulangan setelah bertugas selama 15 bulan. Mereka terdiri dari staf pendukung maupun personel tempur.

Demi alasan operasional, Stover tidak dapat menjawab pertanyaan apakah pasukan AS lainnya atau pasukan Irak akan mengisi kekosongan yang ditinggalkan pasukan tersebut.

"Tidak ada maksud menyerahkan kembali wilayah kota yang sudah dibayar tinggi oleh prajurit kita," kata dia.

Baghdad adalah pusat gelombang kekerasan sektarian di Irak menyusul pemboman tempat suci kaum Syiah di Samarra pada Februari 2006.

AS menggunakan strategi baru anti-perlawanan untuk mengurangi kekerasan itu dengan cara bergeser dari pangkalan-pangkalan besar kemudian mendirikan pos-pos patroli di kawasan pemukiman. Strategi tersebut membuat mereka lebih rentan diserang.

Pasukan AS mengalami kehilangan serdadu terbanyak pada tahun 2007.

Petraeus dan menteri pertahanan Robert Gates telah mengatakan bahwa akan ada jeda setelah pengurangan 20 ribu personel itu terlaksana sepenuhnya pada pertengahan 2008.(*)

TNI-AU SIAP AMANKAN WILAYAH UDARA PERBATASAN KALBAR-MALAYSIA



Pontianak, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI-AU) Lapangan udara Supadio Pontianak, selalu siap mengamankan wilayah udara kawasan perbatasan Kalimantan Barat - Sarawak (Malaysia Timur) terhadap kemungkinan segala ancaman, baik yang datang dari dalam maupun luar, Kata Komandan Lanud Supadio, Kolonel (Pnb) Abdul Muis.

"Kami siap mengamankan kawasan perbatasan dari segala macam ancaman keamanan, kapanpun jika dibutuhkan," kata Abdul Muis, di Pontianak, Selasa.

Ia mengatakan, hingga kini masih belum ada perintah dari pusat untuk membantu TNI-AD dalam pengamanan kawasan perbatasan. "Tetapi kami siap kapan pun apabila dibutuhkan. Pengawasan tetap dilakukan dengan melakukan penerbangan di sekitar kawasan perbatasan secara rutin," katanya.

Berkaitan dengan pengamanan perbatasan, TNI-AD akan menambah sebanyak tujuh pos pengamanan dari 17 pos sebelumnya di perbatasan Kalimantan Barat-Malaysia Timur (Sarawak) pada tahun 2008.

Sebelumnya, Panglima Komando Daerah Militer VI/Tanjungpura Mayor Jenderal TNI, Tono Suratman mengatakan, penambahan pos di sepanjang perbatasan Kalbar-Malaysia, karena dinilai ancaman semakin hari semakin meningkat. Ancaman meningkat seiring pertambahan penduduk yang secara tidak langsung menimbulkan masalah sosial yang diikuti peningkatan pelanggaran di segala bidang.

Tono mengungkapkan, penambahan pos di sepanjang perbatasan juga tergantung dari tingkat ancaman keamanan, karena pos tidak bisa dilihat dari jumlahnya, melainkan seberapa besar ancaman keamanan di sepanjang perbatasan. Seperti ancaman pembalakan liar, perdagangan manusia, penyelundupan bahan-bahan peledak, infiltrasi, sabotase, kegiatan intelijen asing dan lain-lain.

Saat ini di sepanjang perbatasan Kalimantan-Sarawak sudah didirikan sebanyak 54 pos pengamanan dan telah membentuk lima Komando Kewilayahan TNI Angkatan Darat, yang ia nilai masih belum memadai. Jumlah pos tersebut belum memadai untuk menjawab ancaman secara optimal karena dengan panjang mencapai 2.000 km maka butuh pos pengamanan lebih banyak lagi.

Penambahan pos pengamanan perbatasan dilakukan secara kontinyu sesuai dengan kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Peran dari personel TNI yang ditugaskan di pos-pos tersebut tidak hanya menjaga keamanan melainkan juga melakukan pembinaan apa saja yang intinya membangun SDM masyarakat di kawasan perbatasan.

Sementara data BP2KKP (Badan Percepatan Pembangunan Kawasan Khusus Perbatasan) Kalimantan Barat, ada 15 kecamatan yang masuk dalam "line" I dengan luas wilayah sekitar 2,3 juta hektar dan berbatasan langsung dengan Malaysia, dengan panjang sekitar 966 kilometer.

Pemerintah Provinsi Kalbar telah menata konsep pembangunan daerah di sepanjang perbatasan Kalimantan dengan Malaysia terbagi dalam empat bagian yakni Lini I Luar (Border Lini), Lini II Luar (termasuk daerah komunikasi), akses jalan raya dan fasilitas sosial lain, dan Lini Dalam (termasuk daerah komunikasi).

Lini I Luar terbentang sepanjang perbatasan dengan lebar sekitar satu kilometer dari batas depan daerah perbatasan (BDDP). Di Lini II Luar dengan lebar sekitar tiga kilometer, merupakan kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan perkebunan sawit dengan sistem inti dan plasma.

Dengan dibangunnya perkebunan sawit di sepanjang kawasan perbatasan Kalbar-Malaysia Timur, maka diharapkan masyarakat Kalbar bisa menjaga kedaulatan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dari rongrongan pihak luar.

Sumber: ANTARA

Peran TNI Dalam Upaya Penanggulangan Bencana Jadi Sorotan Pangeran Andrew

Jakarta, DMC - Pangeran Andrew sangat mengapresiasi peran TNI yang selalu terdepan dalam upaya penanggulangan bencana yang banyak menimpa daerah-daerah di Indonesia saat ini. Demikian juga dengan peran TNI dalam mengawal program demokratisasi politik dan demokratisasi ekonomi di Indonesia.

Hal itu dikatakan Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono, Kamis (6/3), usai menerima kunjungan kehormatan Duke of York, Pangeran Andrew dari Kerajaan Inggris, di kantor Dephan, Jakarta. Kedatangan Pangeran Kerajaan Inggris menemui Menhan Juwono ini adalah salah satu dari agenda kunjungan selama Pangeran Andrew berada di Indonesia yang diantaranya juga melakukan kunjungan ke Proyek Tangguh di Papua.

Saat ini Pangeran Andrew bekerja sebagai perwakilan spesial perdagangan Internasional dan investasi Departemen Perdagangan dan Industri Kerajaan Inggris. Perannya antara lain mewakili Kerajaan Inggris dalam berbagai macam pameran perdagangan dan konferensi yang berlangsung di seluruh dunia.

Usai pertemuan dengan Pangeran Andrew, Menhan Juwono menjelaskan bahwa dalam pertemuan tersebut Pangeran Andrew yang baru pertama kali berkunjung ke Indonesia ini mengungkapkan apresiasi yang sangat dalam terhadap Negara Indonesia. Walaupun diakuinya masih banyak masalah-masalah yang harus dihadapi oleh negara ini terutama yang berhubungan dengan musibah bencana alam yang diperkirakan akan banyak terjadi. Ia juga mengapresiasi peran serta TNI dalam penanggulangan bencana yang terjadi di Indonesia.

Menhan Juwono kemudian melanjutkan, dalam pembicaraannya dengan Pangeran Andrew ia menjelaskan bahwa TNI memang akan banyak bertugas untuk tugas-tugas tanggap darurat dalam upaya membantu penanggulangan bencana disamping operasi militer.

Dalam pertemuan tersebut dijelaskan oleh Menhan Juwono, Pangeran Andrew juga mengapresiasi peran TNI dalam mendukung program pemerintah dalam upaya pemulihan ekonomi secara bertahap dengan menjadi pengawal dari program demokratisasi politik dan demokratisasi ekonomi. Ditegaskan Menhan, TNI dengan peralatannya, disiplinnya, dan dengan hierarkinya, TNI mampu mengawal proses demokratisasi bertahap yang sedang berlangsung.

Dalam pertemuan itu, Menhan Juwono juga menjelaskan mengenai industri pertahanan di Indonesia. Dijelaskannya bahwa saat ini Menhan bersama Menteri Keuangan dan Menteri BUMN dan Menteri Bappenas sedang memproses percepatan pengalihan Kredit Ekspor dari Dollar ke Rupiah melalui pemanfaatan dana bank-bank pemerintah untuk program-program pertahanan termasuk kapal korvet nasional, pesawat terbang angkut buatan PT DI dan program kendaraan tempur PT Pindad.

Menjawab pertanyaan wartawan mengenai kerjasama pertahanan antara Indonesia dan Kerajaan Inggris, Menhan Juwono menjelaskan, saat ini kerjasama pertahanan antara Indonesia dan Kerajaan Inggris masih terbatas pada pertukaran siswa Perwira menengah yang dikirim ke Inggris untuk mendapat pendidikan setingkat S-2 di bidang manajemen pertahanan dan strategi pertahanan, yang saat ini sekitar 8 orang yang jumlahnya hampir sama dengan perwira yang dikirim ke AS. (DAS/HDY)


RI Diharapkan Ikut Hentikan Kekerasan di Myanmar


Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia dan negara lain di perhimpunan bangsa Asia tenggara ASEAN diharapkan melakukan sesuatu untuk menghentikan kekerasan pada rakyat di Myanmar.

"Indonesia harus segera melakukan sesuatu untuk menghentikan kekerasan di Burma, antara lain dengan menghentikan penjual senjata ke Burma," kata U Awbata --biksu dari Myanmar, yang turut dalam unjukrasa berdarah pada September 2007-- dalam temu antarbangsa mengenai "Peran ASEAN dan Organisasi Masyarakat dalam Mendorong HAM dan Demokrasi di Birma" di Jakarta pada Kamis.

Ia mengatakan bahwa senjata dan perlengkapan tentara tersebut hanya digunakan pemerintah Myanmar untuk menyengsarakan kehidupan warganya.

"Hentikan hubungan ketentaraan, karena senjata hanya digunakan pemerintah kepada rakyatnya," katanya.

U Awbata hadir di Jakarta untuk memberikan kesaksian atas peristiwa berdarah 23 September 2007, saat pemerintah Myanmar menggunakan tentara untuk membubarkan unjukrasa biksu. Sejumlah biksu dan warga dilaporkan tewas dalam peristiwa itu.

U Awbata, yang mengaku menyaksikan sejumlah rekannya ditembak hingga tewas, kemudian meninggalkan Myanmar dan tinggal di Srilanka sejak Desember 2007.

Pasca-unjukrasa besar itu, pemerintah Myanmar dilaporkan mencari sejumlah orang, yang terlibat unjukrasa tersebut.

Pada kesempatan itu, U Awbata menegaskan bahwa biksu melakukan unjukrasa untuk menyuarakan kepentingan rakyat, bukan untuk meraih kekuasaan.

Sebelumnya, pada Februari, pemimpin Myanmar mengumumkan bahwa referendum akan dilaksanakan pada Mei untuk undang-undang dasar baru, yang diikuti pemilihan umum pada 2010.

Myanmar melaksanakan pemilu umum terahir tahun 1990, namun tidak mengindahkan ketika partai Liga Bangsa untuk Demokrasi pimpinan penerima Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi menang mencolok.

Suu Kyi menghabiskan 12 tahun masa hidupnya dalam penahanan.(*)

COPYRIGHT © 2008

Rabu, 05 Maret 2008

Korea Seeks to Sell Air Defense System to Saudi Arabia


Saudi Arabia is considering dispatching a military attache to its embassy in Seoul as part of efforts to improve bilateral defense ties, the Ministry of National Defense said Monday.

The plan was proposed during talks between Defense Minister Kim Jang-soo and his Saudi Arabian counterpart Crown Prince Sultan bin Abdul Aziz, minister of defense and aviation, in Riyadh, Sunday, the ministry said in a news release.

Kim is on a three-day trip to the Middle East country for the first defense ministers' talks between the two nations in seven years.

``The ministers shared an understanding on the need for improving cooperation and exchanges between the militaries of the two nations,'' Lt. Col. Kim Gwang-woo of the ministry's international policy team told reporters. ``To that end, Saudi Arabia proposed that it would establish a diplomatic mission to handle defense affairs in South Korea.''

Minister Kim proposed South Korea participate in Saudi's bid to modernize its military as part of efforts to enhance cooperation in the defense industry, the officer said.

Sources said the South Korean defense minister asked his Saudi Arabian counterpart to consider purchasing South Korea's indigenous Chunma air defense missile system.

South Korea is competing with China for the acquisition program to equip its military with advanced surface-to-air missile systems _ the winner will be announced by the end of the month.

The Chunma, (Pegasus in English), also known as K-SAM, is an all weather, self-propelled surface-to-air missile system designed to provide air defense against low and medium altitude air attack.

It is suitable for protection of mobile military units, vital installations and infrastructure.

The system comprises a surveillance radar, a tracking radar with electro optics (EOTS), and a missile launcher on a modified K-200 armored personnel carrier.

The system can engage up to 12 targets within 20 kilometers simultaneously with an effective range of 10 kilometers. It is armed with eight missiles ready to fire at all times.

The missile flies at a speed of Mach 2.6, and carries a proximity fuse and a focused fragmentation warhead.

The system also features state-of-the-art guidance and fire control systems such as the Identification Friend-or Foe, FLIR thermal imaging infrared camera system, infrared localizer and command to line-of-sight missile guidance system.

The per-unit price is $16.2 million, and a missile costs about $303,655.

Minister Kim will fly to Paris Dec. 11, ministry officials said. Kim and his French counterpart Herve Morin will hold talks Dec. 13 on ways to promote bilateral ties, they said.

Kim will be awarded a French government medal in recognition of his contribution to defense ties between the two countries, they said.

gallantjung@koreatimes.co.kr

Selasa, 04 Maret 2008

Perwira TNI-AL Tewas Kecelakaan di Nepal






Seorang perwira menengah TNI-AL, Letkol Laut T Sondang, tewas dalam kecelakaan pesawat helikopter PBB di Nepal, Senin (3/3).

"Kami telah mendapat konfirmasi dari pejabat setempat," kata Kepala Dinas Penerangan Mabes TNI-AL Laksamana Pertama Iskandar Sitompul menjawab Antara di Jakarta, Selasa (4/3).

Helikopter PBB yang mengangkut 12 penumpang, termasuk lima warga asing itu, jatuh. Letkol Laut T Sondang salah satu di antara penumpang tersebut.

Keberadaan Sondang dalam misi perdamaian PBB di Nepal adalah sebagai peninjau (observer).

Kantor Berita Perancis AFP memberitakan pernyataan dari juru bicara Kementerian Dalam Negeri Nepal Modraj Dottel, bahwa saat ini polisi telah menemukan 10 mayat dari 12 korban yang ada di dalam helikopter itu.

PBB telah mengirim tim untuk memeriksa lokasi kecelakaan pesawat yang merupakan daerah terpencil dan berbukit-bukit di timur Kathmandu.

Misi PBB di Nepal (UNMIN) telah mengirim tim lewat jalan darat ke lokasi kecelakaan untuk mengkonfirmasi informasi tersebut, kata juru bicara PBB Kieran Dywer.

PBB mengatakan, helikopter itu kembali dari kunjungan ke perkemahan para mantan gerilya Maois. Belum ada keterangan lanjutan mengenai kewarganegaraan para korban asing.

Dottel hanya mengatakan ada tujuh warga Nepal dan lima warga asing di helikopter tersebut.

"Pemerintah Nepal sangat bersedih atas jatuhnya korban dan kami akan segera melakukan evakuasi begitu cuaca mengizinkan," kata Dottel kepada AFP dan menambahkan bahwa penyebab kecelakaan belum diketahui.

Polisi dari kawasan terpencil Ramechhap, 85 kilometer sebelah timur Kathmandu mengatakan helikopter itu terbakar dan jatuh saat hujan deras dan angin kencang.

Tim beranggotakan 12 polisi telah tiba di lokasi tetapi proses evakuasi terhalang oleh cuaca serta lokasi yang berbukit-bukit, kata Pushpa Shrestha, seorang polisi Ramechhap.

Helikopter itu terbakar sekitar tiga jam, sebelum penduduk setempat dan polisi memadamkan api. "Malam yang datang, kondisi cuaca, dan situasi tanah menimbulkan kesulitan dalam proses evakuasi," kata Dottel.

PBB selama ini membantu memantau kesepakatan perdamaian yang dicapai para mantan pemberontak Maois dengan pemerintah pada November 2006.

Badan dunia tersebut tetap mengawasi para mantan gerilyawan itu dan turut membantu dalam pemungutan suara yang direncanakan berlangsung pada bulan April untuk memilih lembaga yang akan menentukan hari depan politik negara tersebut.

Wilayah Nepal bergunung-gunung dan jalan kurang tersedia sehingga helikopter biasa digunakan untuk transportasi pejabat pemerintah maupun para pekerja untuk pembangunan.

Pada akhir 2006, 24 orang - termasuk pejabat tinggi pemerintah dan diplomat senior - tewas d

ROYAL THAI AIR FORCE KUNJUNGI LANUD HALIM P


Perwira Royal Thai Air Force atau RTAF yang dipimpin GPCAPT Chawarat Hawarat Marungruang beserta 14 perwira diterima Komandan Lanud Halim Perdanakusuma Marsekal Pertama TNI Boy Syahril Qamar, SE. beserta staf di Gedung Suma 3 Lanud Halim Perdanakusuma, Senin [3/3] dalam acara Visit Program Junior Officers Exchange program Royal Thai Air Force. Kunjungan di Lanud Halim Perdanakusuma ini ditandai dengan pertukaran cindera mata dari masing-masing kedua Angkatan.

Kunjungan pertukaran perwira antara kedua negara yang sudah berlangsung kurang lebih 10 tahun ini dimaksudkan selain untuk mempererat hubungan talisilaturahmi Para Perwira ke dua negara juga sebagai ajang barbagi pengalaman dan bertukar pikiran antar kedua negara. Sehingga dengan kelanjutan kunjungan pertukaran Perwira kedua negara ini diharapkan dapat lebih baik dimasa mendatang..

Dalam kunjungan tersebut para Perwira RSAF atau Angkatan Udara Thailand melihat dari dekat Fasilitas Latihan Simulator C-130 Hercules, Skadron Udara 17, Skadron Udara 31 dan Skadron Udara 2 kemudian melanjutkan perjalan menggunakan pesawat Foker 2701 menuju Lanud Ngurarai Bali.

KADISPENAU KUNJUNGI MAJALAH ANGKASA


Terkait dengan pergantian jabatan Kepala Dinas Penerangan TNI AU (Kadispenau) dari Marsma TNI Daryatmo kepada Kolonel Pnb. Chaerudin Ray, Rabu (13/2), melakukan kunjungan ke redaksi Majalah Angkasa yang merupakan salah satu majalah kedirgantaraan.

Kunjungan Kadispenau tersebut diterima oleh Penanggung Jawab / Pemimpin Redaksi Majalah Angkasa Adrianus Darmawan yang didampingi para redaktur senior. Maksud kunjungan tersebut sebagai perkenalan pejabat Kadispenau yang baru dan pamitan Kadispenau yang lama.

Marsma TNI Daryatmo mengatakan, Majalah Angkasa tidak terlepas dari eksistensi TNI AU, untuk itu agar dalam materi tulisannya lebih menggigit, tidak vulgar serta memenuhi kaidah ketentuan yang berlaku.

Sedang Kadispenau yang baru Kolonel Pnb. Chaerudin Ray mengungkapkan, kerjasama antara Majalah Angkasa dan Dispenau yang telah terbina selama ini diharapkan tetap terjalin bahkan lebih ditingkatkan.

Sementara Penanggung Jawab/Pemimpin Redaksi Angkasa Adrianus Darmawan menyatakan, dalam mengelola Majalah Angkasa diupayakan tetap eksis, untuk itu harus mencari terobosan baru sehingga Majalah Angkasa digemari masyarakat

Powered By Blogger