Senin, 01 Juni 2009

[Ambalat memanas]-Tujuh KRI bersenjata lengkap telah dikirim


TNI Siap Berperang di Ambalat
Tujuh kapal perang bersenjata lengkap telah dikirim.

JAKARTA -- Perairan Ambalat kembali bergolak. Setelah kapal perang Malaysia berkali-kali menerobos wilayah Indonesia, Tentara Nasional Indonesia bersiaga. Sejak Rabu lalu, TNI Angkatan Laut telah mengerahkan tujuh kapal bersenjata lengkap untuk berpatroli di perairan antara Sulawesi dan Kalimantan itu.

Kepala Pusat Penerangan Markas Besar TNI Marsekal Muda Sagom Tamboen mengatakan Indonesia siap bertempur untuk mencegah kapal milik Tentara Diraja Malaysia kembali memasuki perairan Indonesia. "Kami mengingatkan mereka bahwa Ambalat adalah perairan kita," kata Sagom saat dihubungi kemarin.

TNI Angkatan Udara juga menyiapkan dua unit pesawat Boeing 737 dan satu unit Sukhoi 27/30 untuk beroperasi di perairan Ambalat. Komandan Pangkalan Udara Balikpapan Letnan Kolonel Agus Pandu Purnama mengatakan ketiga pesawat itu saat ini bersiaga di Makassar.

Sabtu lalu, kapal Malaysia, KD Baung-3509, tepergok memasuki perairan Ambalat sejauh 7,3 mil. Sejam kemudian, kapal perang cepat itu diusir oleh KRI Untung Surapati-872, dibantu dua kapal perang lainnya.

Sebelumnya, KRI Untung Surapati dan KRI Hasanuddin-366 mengusir KD Baung dari Ambalat. KRI Untung Surapati juga mengusir kapal Malaysia, KD YU-3508, yang memasuki perairan Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, sejauh 12 mil.

Tak hanya lewat laut, Malaysia juga menerabas wilayah Indonesia lewat udara. KRI Untung Surapati dan KRI Hasanuddin mendeteksi satu helikopter dan satu pesawat Beechcraft jenis intai maritim milik Malaysia memasuki wilayah udara Indonesia.

Dalam catatan TNI, sejak Januari 2009, sedikitnya sembilan kali Malaysia menerobos wilayah Indonesia. Sejauh ini, kata Sagom, tak sekali pun terjadi kontak senjata. "Kalau TNI menembak, itu adalah keputusan politik negara," katanya.

TNI berharap pemerintah Indonesia segera melakukan langkah-langkah diplomatik untuk menyelesaikan persoalan ini. "Supaya perbatasan kedua negara menjadi jelas," ujar Sagom.

Juru bicara Departemen Luar Negeri, Teuku Faizasyah, mengatakan perundingan dengan Malaysia soal Blok Ambalat menemui kendala karena Malaysia tengah mengganti tim perundingnya. "Kami menunggu tim perunding baru," kata Faizasyah saat dihubungi kemarin.

Menurut Faizasyah, pemerintah sudah 13 kali berunding dengan Malaysia soal Ambalat. Tapi, hingga putaran perundingan terakhir pada Mei tahun lalu, kedua negara belum bersepakat soal batas-batas negara di perairan itu. "Perundingannya tak mudah," ujar dia. ANTON SEPTIAN | FIRMAN HIDAYAT

Saling Klaim Dua Tetangga

Sejak 1980, Indonesia dengan tegas menyatakan wilayah Ambalat seluas 6.700 kilometer persegi sebagai milik Indonesia. Penegasan itu mengacu kepada Deklarasi Djuanda 1957. Dua tahun kemudian, Perserikatan Bangsa-Bangsa melahirkan Konvensi Hukum Laut yang mengadopsi Deklarasi Djuanda.

Pada 1999, Pertamina menyerahkan kontrak Blok Ambalat kepada ENI (Italia). Sedangkan konsesi Ambalat Timur diberikan kepada UNOCAL Amerika. Saat itu tak ada protes dari Malaysia soal pengoperasian blok yang diperkirakan mengandung 62 juta barel minyak dan 348 miliar kaki kubik gas bumi tersebut.

Namun, belakangan Malaysia menyebut kedua blok itu sebagai Blok ND6 dan ND7 serta mengklaim sebagai wilayah laut mereka yang baru. Malaysia mengacu kepada putusan Mahkamah Internasional (International Court of Justice) yang memetakan Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi milik Malaysia pada 2002.

Klaim Malaysia atas Ambalat mencakup wilayah yang lebih luas, sekitar 25.700 kilometer persegi, hampir seluas Provinsi Sulawesi Utara. Namanya Blok ND6 dan ND7. Sebelumnya, blok ini dinamakan Blok Y dan Z. Kontrak kedua blok yang diklaim Malaysia diserahkan kepada Shell (Belanda) bersama Petronas Carigali Sdn Bhd (Malaysia). EVAN

Tidak ada komentar:

Powered By Blogger