Sabtu, 01 Maret 2008

MENHAN BERHARAP REGULASI PINJAMAN DALAM NEGERI UNTUK ALUTSISTA TNI DIPERCEPAT


Jakarta - Menteri Pertahanan (Menhan) Juwono Sudarsono berharap agar regulasi pengalihan pinjaman luar negeri ke pinjaman dalam negeri untuk pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) TNI dapat dipercepat mengingat pengadaannya yang sudah mendesak.

"Saat ini Departemen Keuangan masih menggodok regulasi tentang pengalihan KE menjadi pinjaman dalam negeri, memang perlu waktu dan itu akan berpengaruh terhadap percepatan pengadaan alutsista TNI yang sebagian sudah sangat mendesak," katanya, ketika dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Kamis.

Perubahan regulasi terkait pembiayaan alutsista TNI, menurut Menhan, bisa memakan waktu satu hingga dua tahun, dan jika telah rampung pemerintah masih harus melihat kembali kesiapan BUMNIS dalam hal produksi hingga produk yang dihasilkan dinyatakan layak pakai oleh pengguna dalam hal ini TNI.

"Keseluruhan proses itu memakan waktu lebih lama lagi bisa mencapai tiga tahun, padahal jika kita melanjutkan beberapa KE yang telah disepakati pada 2002-2004 mungkin alutsista yang kita perlukan sudah dapat kita adakan dalam kurun waktu itu dan biasanya lebih murah," katanya.

Tidak hanya itu, pihak perbankan nasional meski menyatakan siap namun bank masih mempertimbangkan tingkat suku bunga yang akan digunakan apakah dibawah tingkat komersial atau tidak, ungkap Menhan menambahkan.

Tentang siasat Dephan untuk tetap dapat mengadakan alutsista yang dibutuhkan, sambil menunggu regulasi rampung, Ia mangatakan, pengadaan alutsista dalam negeri secara bertahap. "Mungkin untuk tahun ini, alutsista yang menggunakan industri dalam negeri 30 persen, selebihnya KE, sepuluh tahun kedepan 50 persen dan seterusnya meningkat hingga tercapai kemandirian yang diharapkan," ujarnya.

Semisal, saat ini PT Dirgantara Indonesia (DI) belum bisa mengadakan peralatan dan persenjataan atau membuat pesawat angkut berat sekelas C-130 Hercules baru sebatas CN-235. "Ya kita fokuskan dulu PT DI pada pesawat angkut ringan sekelas itu. Jadi, kebutuhan kita akan pesawat angkut ringan terpenuhi, profesionalitas TNI terjaga dan PT DI sebagai bagian dari BUMN-IS juga dapat diberdayakan terus sesuai dukungan anggaran yang ada ," tuturnya.

Pemberdayaan BUMN-IS pertahanan telah diputuskan secara politik maka itu harus ditaati dan dijalankan oleh seluruh pihak terkait seperti Dephan, Depkeu, Meneg BUMN dan Deperin. "Dephan hanya ingin regulasi itu dapat dipercepat mengingat keterdesakan pengadaan alutsista untuk mendukung kesiapan tempur dan operasional TNI," ujar mantan Dubes RI untuk Inggris itu.

Juwono mengemukakan pada Januari 2006, Pemerintah, BUMN Industri Strategis dan perbankan nasional sudah sepakat melalui penandatanganan nota kesepahaman, untuk memberdayakan industri pertahanan nasional dalam pengadaan alutsista TNI.

Ia menambahkan, regulasi tentang pemberdayaan BUMN-IS pertahanan nasional masih di godok dan dibahas antar depertemen terkait, yakni Dephan, Depkeu, Meneg BUMN dan Deperin yang berada di bawah koordinasi Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) .

Terkait itu, pemerintah saat ini tengah menyiapkan dua skema pembiayaan perbankan nasional untuk proyek-proyek yang tadinya diusulkan dibiayai dengan pinjaman luar negeri.

Deputi Bappenas bidang pendanaan pembangunan, Lukita Dinarsyah Tuwo mengatakan, skema tersebut masih dibahas Depkeu dan Bappenas dan nantinya ditetapkan dalam PP tentang pembiayaan perbankan nasional.

Kedua skema itu, menurut dia, pembiayaan langsung perbankan kepada industri dalam negeri bersangkutan atau Depkeu melakukan peminjaman ke perbankan untuk kemudian diteruskan ke industri dalam negeri.

"Untuk skema yang pertama memang dibutuhkan surat jaminan (letter of comfort) pemerintah, sedangkan skema yang kedua tidak dibutuhkan karena yang melakukan peminjaman kan pemerintah melalui Depkeu," katanya.

Pemerintah sendiri menawarkan beberapa proyek yang tadinya diusulkan dibiayai pinjaman luar negeri senilai satu miliar dolar AS untuk dibiayai oleh perbankan, yakni proyek pembangunan Bandara Kuala Namu, Sumatera Utara senilai 225 juta dolar AS dan proyek pengadaan peralatan utama sistem persenjataan (alutsista) TNI senilai 816,8 juta dolar AS, oleh industri yang terkait dengan proyek pengadaan alutsista, antara lain PT PAL, PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, dan PT Krakatau Steel.

Tidak ada komentar:

Powered By Blogger