Sabtu, 08 Maret 2008

RI Diharapkan Ikut Hentikan Kekerasan di Myanmar


Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia dan negara lain di perhimpunan bangsa Asia tenggara ASEAN diharapkan melakukan sesuatu untuk menghentikan kekerasan pada rakyat di Myanmar.

"Indonesia harus segera melakukan sesuatu untuk menghentikan kekerasan di Burma, antara lain dengan menghentikan penjual senjata ke Burma," kata U Awbata --biksu dari Myanmar, yang turut dalam unjukrasa berdarah pada September 2007-- dalam temu antarbangsa mengenai "Peran ASEAN dan Organisasi Masyarakat dalam Mendorong HAM dan Demokrasi di Birma" di Jakarta pada Kamis.

Ia mengatakan bahwa senjata dan perlengkapan tentara tersebut hanya digunakan pemerintah Myanmar untuk menyengsarakan kehidupan warganya.

"Hentikan hubungan ketentaraan, karena senjata hanya digunakan pemerintah kepada rakyatnya," katanya.

U Awbata hadir di Jakarta untuk memberikan kesaksian atas peristiwa berdarah 23 September 2007, saat pemerintah Myanmar menggunakan tentara untuk membubarkan unjukrasa biksu. Sejumlah biksu dan warga dilaporkan tewas dalam peristiwa itu.

U Awbata, yang mengaku menyaksikan sejumlah rekannya ditembak hingga tewas, kemudian meninggalkan Myanmar dan tinggal di Srilanka sejak Desember 2007.

Pasca-unjukrasa besar itu, pemerintah Myanmar dilaporkan mencari sejumlah orang, yang terlibat unjukrasa tersebut.

Pada kesempatan itu, U Awbata menegaskan bahwa biksu melakukan unjukrasa untuk menyuarakan kepentingan rakyat, bukan untuk meraih kekuasaan.

Sebelumnya, pada Februari, pemimpin Myanmar mengumumkan bahwa referendum akan dilaksanakan pada Mei untuk undang-undang dasar baru, yang diikuti pemilihan umum pada 2010.

Myanmar melaksanakan pemilu umum terahir tahun 1990, namun tidak mengindahkan ketika partai Liga Bangsa untuk Demokrasi pimpinan penerima Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi menang mencolok.

Suu Kyi menghabiskan 12 tahun masa hidupnya dalam penahanan.(*)

COPYRIGHT © 2008

Tidak ada komentar:

Powered By Blogger