Sabtu, 23 Februari 2008



JAKARTA, SABTU - Diizinkannya tentara, polisi, dan juga pegawai negeri sipil menjadi peserta kampanye pemilu 2009 ditanggapi sinis oleh pengamat militer MT Arifin.

Menurut Arifin, kehadiran anggota TNI/Polri dan PNS dalam kampanye sebagai anggota masyarakat merupakan langkah konsolidasi kekuatan calon-calon presiden yang bakal maju di pilpres 2009. "Ini langkah awal untuk melakukan konsolidasi kekuatan untuk Pilpres 2009. Ini sangat berbahaya saya kira," ujar Arifin yang dihubungi di Jakarta, Sabtu (23/2).

Pembolehan tentara, polisi dan plus PNS yang dulu dikenal sebagai mesin politik Orde Baru dalam area kampanye terkandung dalam rumusan RUU Pemilu yang mendapat persetujuan dalam rapat kerja Panitia Khusus DPR RI dengan pemerintah. Hadir dalam rapat kerja yang dipimpin Ketua Pansus Ferry Mursyidan Baldan (Fraksi Partai Golkar, Jawa Barat II) tersebut antara lain Menteri Dalam Negeri Mardiyanto, Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta, Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa, dan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta

Menurut Arifin, kendati melarang anggota TNI/Polri dan PNS menjadi pelaksana kampanye, termasuk sebagai juru kampanye dan petugas kampanye, pembolehan ini akan dimanfaatkan sebesar mungkin tidak hanya di tingkat Pilpres, tapi juga di di tingkat pemilu legislatif.

"Saya juga melihat, tentara dan polisi serta PNS yang diikutkan ini akan dipakai dalam pemilihan legislatif, walau kemungkinan itu lebih kecil dibanding untuk pemilihan presiden," ungkapnya.

Kolektor keris dan buku ini menambahkan, lolosnya rumusan ini akan membuka lebar peluang bagi kelompok kepentingan yang selama ini dekat dengan ketiga unsur tersebut. "Mereka menjadi penting bagi kelompok yang selama ini memiliki peluang, dan hubungan dekat dengan mereka," paparnya.

Ketika disinggung apakah yang dimaksud kelompok kepentingan ini berasal dari kelompok Presiden Yudhoyono, MT Arifin dengan sigap mengeluarkan jurus berkelit. "Saya tidak bisa mengatakan secara persis persoalan itu, tapi hanya saya katakan bahwa kelompok-kelompok yang memiliki peluang lebih besar yang bisa mengkonsolodasikan dan bisa masuk ke jaringan itu," jelasnya.

Pembisik mantan KSAD Subagyo HS ini mengatakan, semestinya pemerintah dan DPR RI berkoordinasi dengan TNI, Polri dan PNS. Pasalnya, bagaimana pun posisi yang tepat bagi mereka adalah duduk bareng dalam pendidikan politik, dan bukannya dalam konteks Pemilu.

"Bagaimanapun juga mestinya langkah-langkah yang diambil oleh Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso agar mereka tidak terlibat di dalam pemilihan sehingga tidak terpecah-pecah dipertahankan, " urainya seraya menyebutkan, bila pemerintah dan parlemen ngotot untuk menggunakan tentara/polisi dan PNS mengambil bagian dalam kampanye Pemilu 2009, perlu ada catatan-catatan khusus dalam pelaksanaannya.

Sementara itu Kepala Pusat Penerangan TNI Marsekal Muda Sagom Tamboen menilai, kebijakan akan pembolehan tentara, polisi dan PN dalam kampanye Pemilu 2009 dipertimbangkan kembali oleh parlemen.

"Kami menyarankan sebaiknya panitia itu (Pansus DPR RI) mempertimbangkan rencana keiikutsertaan dalam kampanye," katanya.

Sagom menganggap, TNI sebagai alat negara yang menjaga keselamatan bangsa semestinya diposisikan sebagai alat negara belaka. "Itu bukan soal siap atau tidak. Kalau selaku alat negara itu harus ikut berkampanye jadi aneh rasanya. Sebagai alat negara diposisikan saja sebagai alat negara. Apalagi alat negara yang bertugas untuk keselamatan bangsa," urainya.

Kendati demikian, Sagom mengatakan TNI akan menjalankan apapun keputusan, dan kehendak rakyat tentang posisi TNI dalam konteks Pemilu dan Pilpres 2009 mendatang. "Kalau pada akhirnya yang dihasilkan adalah sebaliknya, TNI akan melakukan apapun yang diamanahkan rakyat. Kita akan membuat aturan-aturan yang baik bagi TNI," tukasnya.

Menyangkut buku saku Pemilu dan Pilpres 2009 yang akan dibagikan prajurit TNI, Sagom menyebut, pihak TNI kini tengah menunggu hasil pembahasan RUU Pemilu di tingkat parlemen. "Kita menunggu RUU pemilu. Dan akan kita selesaikan rumusan buku itu. Dan yang merumuskan itu semua ikut, tidak perlu tim khusus. Semua prajurit bisa memberikan masukan apa yang terbaik," terangnya.(Persda Network/ade)

Tidak ada komentar:

Powered By Blogger